Minggu, 16 Juni 2013

Jangan Racuni Generasi Aceh dengan Formalin

Senin, 10 Juni 2013 10:14 WIB



Prihatin dan memiriskan hati. Itulah ungkapan yang cocok untuk menggambarkan suasana batin kita di Aceh kini saat membaca berita bahwa survei membuktikan ada formalin pada ikan yang dikonsumsi warga Aceh. Bukan saja ikan segar, tapi ikan asin pun dibubuhi formalin agar ikan yang dijual awetnya lebih lama.

Awalnya hanyalah asumsi atau sinyalemen. Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah menyerukan kepada Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh untuk memeriksa seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di Aceh. Tak terkecuali ikan segar hasil tangkapan nelayan dan ikan asin sebagai produk olahan.


Soalnya, Gubernur mendapat informasi bahwa banyak pedagang pengumpul ikan di Aceh maupun luar Aceh yang menggunakan bahan formalin atau pengawet mayat manusia untuk mengawetkan ikan yang hendak dikirim ke daerah tertentu, supaya ikannya kelihatan tetap segar dan terkesan baru ditangkap dari laut.

Gubernur Zaini menyampaikan hal itu kepada Kepala BBPOM Banda Aceh, Dra Sjamsuliani, saat meninjau stan pameran BBPOM di arena Expo Aceh 2013 di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Rabu (5/6).

Lalu kemudian, Sabtu (8/6) lalu, pakar kesehatan masyarakat veteniner (kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah, Dr Nurliana MSi mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan di laboratorium kesmavet, ternyata memang terdapat kandungan formalin pada ikan yang konsentrasinya bervariasi. Selain pada ikan segar, kandungan formalin juga ada pada ikan asin, keumamah, dan udang.

Masya Allah! Ini membuktikan bahwa ikan berformalin sepertinya bukan lagi sekadar dugaan dan sinyalemen. Dan yang lebih mengagetkan, keumamah (ikan kayu) sebagai makanan tradisional Aceh pun sudah dinodai dengan zat pengawet mayat!

Sangat patutlah kita pertanyakan, ke mana perginya nurani dan etika bisnis masyarakat nelayan kita? Berdagang hasil laut dengan cara-cara culas seperti itu sangatlah bertentangan dengan syariat Islam, hukum negara, dan hukom adat laot Aceh. Tak sadarkah mereka bahwa ikan berformalin itu sama saja dengan meracuni generasi Aceh yang sebetulnya sangat membutuhkan ikan untuk perkembangan otaknya, karena ikanlah sumber Omega 3 terbanyak dibanding makanan lainnya?

Mengingat kasus ini sudah berulang, maka tak ada jalan lain, Gubernur Aceh harus segera membentuk gugus tugas (task force) untuk mengawasi dan memeriksa secara random semua hasil laut kita, termasuk ikan-ikan luar yang diperjualbelikan di Aceh. Pastikan bahwa semua ikan yang dijual di Aceh harus bebas formalin, boraks, dan zat pengawet buatan lainnya.

Terakhir, kita harapkan polisi sigap menindak para pedagang yang berbisnis dengan cara-cara culas ini. Bidik mereka dengan pasal berlapis, termasuk dengan UU Perlindungan Konsumen.

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar