Senin, 23 Juli 2012

Mampukah Indonesia Berantas Illegal Fishing?

 Illegal fishing sudah menjadi ancaman dan tantangan global dan berdampak luar biasa terhadap kerusakan sumberdaya. Berbagai organisasi Internasional dan Regional menerapkan berbagai kebijakan, kesepakatan dan instrumen untuk memerangi illegal fishing yang sudah dipersepsikan sebagai kejahatan lintas negara (trans national crime). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah illegal fishing cenderung makin menurun atau justru sebaliknya makin meningkat?. Seberapa besar kerugian dan dampaknya secara ekonomis dan sosial?. Bagaimana halnya dengan Indonesia? Dan bagaimana mengatasi illegal fishing?.

Semua pertanyaan tersebut tentunya dapat dijawab dengan memahami fakta, kecenderungan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan sejauh mana upaya yang dilakukan oleh organisasi Internasional, Regional dan Indonesia sendiri.
Perhitungan atau estimasi kerugian akibat illegal fishing dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yang didasarkan kepada data empiris, asumsi atau hasil penelitian. FAO pada tahun 2001 merilis angka estimasi hasil penelitian  bahwa ikan yang dicuri dan discard (dibuang) sekitar 25% dari stok ikan. Pada tahun tersebut, Indonesia merilis angka hasil stock assessment bahwa

Hebat, Bawa Mobil Hanya Dengan Kedipan Mata dan Anggukan

Senin, 23 Juli 2012 10:56 WIB
 
article-2177329-1429D9F3000005DC-378_634x415.jpg
DAILYMAIL
article-2177329-1429D9EB000005DC-696_634x422.jpg
DAILYMAIL
article-2177329-1429D9FF000005DC-556_634x422.jpg
DAILYMAIL
article-2177329-1429D9F7000005DC-755_634x453.jpg
DAILYMAIL


SERAMBINEWS.COM, 
LONDON - Para insinyur telah berhasil menciptakan sebuah gadget terbaru dimana seorang sopir hanya perlu menggunakan ekspresi wajah untuk mengendalikan dan mengontrol fungsi mobil. Sopir hanya perlu menganggukkan kepala dan mengedipkan mata saja untuk membawa mobil!

Sensor infra merah dipasang di dashboard dan para insinyur mengakui ekspresi wajah pengemudi mampu mengendalikan mobil yang dibawanya.

Rabu, 18 Juli 2012

Pengawasan Tidak Optimal, Illegal Fishing Menggurita

Jumat, 29 Juni 2012
Sebagai negara maritim yang mempunyai garis pantai terpanjang dan laut terluas di dunia, Indonesia memiliki potensi perikanan terbesar. Sayangnya, potensi yang ada belum dioptimalkan karena kebijakan pemerintah belum sepenuhnya menjadikan sektor kelautan sebagai andalan di bidang perekonomian.




Akibatnya, justru nelayan dan pemilik kapal asing masuk memanfaatkan kelemahan dan celah yang ada untuk mencuri atau menangkap ikan secara ilegal di perairan/laut Indonesia, di antaranya di perairan Arafura, Natuna, dan lainnya yang memiliki jenis ikan yang beragam dan bernilai jual tinggi. Sebut saja ikan tuna, tenggiri, hiu, dan lainnya.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO), pada 2006, Indonesia mengalami kerugian akibat penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) sebesar 30 juta dolar AS. Artinya, kalau nelayan asing bisa mencuri ikan di laut Indonesia dengan nilai puluhan juta dolar AS, tentunya ada yang salah.
Terkesan tidak ada konsep yang jelas dalam pengelolaan laut, itu membuat nelayan dan kapal asing bisa dengan bebas dan leluasa mencuri ikan-ikan yang seharusnya dinikmati oleh nelayan lokal. Aibatnya, sebagian besar nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan karena sulit mencari ikan dan harus bersaing dengan kapal berukuran besar yang sebagian besar milik asing. Data FAO juga menyebutkan bahwa sekitar 25 persen hasil perikanan dunia berasal dari praktik penangkapan ikan secara ilegal.
Pemerintah memang bukan tidak berbuat apa-apa untuk memberantas penangkapan ikan secara ilegal. Pada 2006 lalu, Indonesia berhasil mencegah potensi kerugian negara hingga Rp 435 miliar dari aksi penangkapan ikan secara ilegal. Sementara pada 2007, potensi kerugian yang bisa dicegah mencapai Rp 650 miliar.
Untuk itu, dibutuhkan sistem pengawasan yang lebih komprehensif, intensif, dan terintegrasi, terutama di titik-titik perairan yang memang banyak terjadi aksi pencurian ikan secara besar-besaran, seperti di Laut Arafura dan Natuna. Ini merupakan tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Menurut Wakil Komisi IV DPR Herman Khaeron, dari pemahaman tentang pengelolaan sektor kelautan dan perikanan, diketahui bahwa pengawasan merupakan bagian tugas dari KKP. Lahirnya sistem pengawasan berdasarkan atau bertujuan untuk pengelolaan yang baik di sektor kelautan dan perikanan.
Untuk itu, Komisi IV DPR (bidang pertanian, kehutanan, serta kelautan dan perikanan) mendukung upaya perkuatan kegiatan pengawasan oleh KKP, salah satunya dengan mendorong peningkatan anggaran.
"Tahun ini anggaran pengawasan dinaikkan. Apa yang dikerjakan satuan pengawas KKP terus menunjukkan kemajuan dan prestasi. Ini terlihat dari banyaknya kapal asing ditangkap, karena melakukan illegal fishing, termasuk aksi penyelundupan ikan Indonesia ke luar negeri yang selalu berhasil digagalkan. Ini patut diapresiasi," katanya.
Dengan armada serta anggaran yang tergolong pas-pasan, Herman Khaeron mengatakan, pengawas KKP masih bisa bekerja optimal. Untuk itu, keberadaan satuan pengawas di KKP penting dan harus dipertahankan. Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan disebutkan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan harus menindak tegas setiap pelaku penangkapan ikan yang melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing), termasuk juga kegiatan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Kegiatan ilegal di wilayah Indonesia seharusnya memang ditindak tegas.
Saat ini, kapal patroli milik pengawas KKP ada 25 unit, dan hanya 15 unit kapal yang beroperasi per hari. Wajar bila hasil pengawasan tidak optimal, karena 15 kapal tersebut harus menjaga seluruh wilayah laut Indonesia yang begitu luas. Namun, peningkatan operasional pengawasan, termasuk penambahan kapal patroli, butuh dana besar dan waktu yang lama. Untuk itu, pada tahap awal KKP bisa menggunakan teknologi sistem pemantauan kapal perikanan (vessel monitoring system/VMS), sehingga bisa menekan biaya operasional.
Seperti diketahui, pengawas KKP hanya melakukan patroli pengawasan sebanyak 180 hari per tahun. Padahal, dengan armada yang ada, patroli bisa dilakukan sampai 250 hari. Namun, anggaran untuk bahan bakar tergolong terbatas.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mengatakan, KKP selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan instasi terkait di sektor kelautan untuk mendukung kegiatan pengawasan, di antaranya dengan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Kenyataannya kinerja satuan pengawas KKP mengalami peningkatan. Ratusan kapal asing pelaku illegal fishing disita.
Pernyataan senada juga disampaikan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Syahrin Abdurrahman. Menurut dia, proses penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan melalui tiga tahap, yakni penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Untuk menanggulangi pencurian ikan oleh nelayan dan kapal asing, KKP selalu mengambil langkah koordinatif, baik dengan TNI Angkatan Laut, Polisi Air, TNI Angkatan Udara maupun Bakorkamla. Selain itu juga dengan memfasilitasi pengembangan dan pembinaan untuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)," ujarnya.
Berdasarkan data KKP, sejak 2005 hingga 2011, kegiatan pemberantasan illegal fishing berhasil menangkap 1.222 kapal asing. Namun seiring masih maraknya kegiatan illegal fishing, pemerintah diharapkan bisa meningkatkan upaya pemberantasan, termasuk mendorong pemanfaatan kapal-kapal hasil tangkapan untuk nelayan. (Bayu Legianto) 


Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=306458













IMI minta peningkatan peran pengawasan sumber hayati laut

Selasa, 3 Juli 2012 18:36 WIB

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia adalah negara yang memiliki sumber hayati laut sangat besar, sehingga potensi kehilangannya pun juga besar, terbukti banyaknya nelayaan asing yang tertangkap mencuri ikan di laut Indonesia oleh  aparat kemanan laut setiap tahunnya.

"Oleh karena itu, peran pengawas sumber hayati laut ditingkatan sesuai dengan Undang-undang yang sudah ada," kata Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) Y Paonganan di Jakarta, Selasa.

Dalam keterangan tertulisnya, Y Paonganan mengatakan, adanya polemik tentang penanggung jawab pengawasan sumber hayati laut yang terjadi saat ini, menunjukkan belum begitu kuatnya pengawasan sumber hayati di laut Indonesia.

"Seharusnya semua pemangku kepentingan yang ada bersama-sama bergandengan tangan menjaga baik dari segi pengawasan maupun dari segi kemanannya. Sistem pengaman sumber hayati laut harus sesuai dengan UU dan dilakukan secara proporsional sesuai tugas yang diamanatkan UU," katanya.

Menurut dia, pengawasan sumber hayati laut seharusnya dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), karena telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan sudah revisinya melalui UU Nomor 45 Tahun 2009.

"Ini juga diperkuat oleh Inpres No 15 tahun 2011, sehingga semua lembaga harus bergandengan tangan memperkuat urusan keamanan sumber hayati laut," katanya.

Doktor lulusan IPB itu menilai jika ada kesan rebutan urusan kemanan laut, dikhawatirkan akan memberi peluang bagi mafia di laut yang akan merugikan kekayaan laut Indonesia.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/319550/imi-minta-peningkatan-peran-pengawasan-sumber-hayati-laut

Kapolda: Tangkap dan Hukum Peracun Ikan

SINGKIL - Kepolisian Resort (Polres) Aceh Singkil melalui Sat Pol Air diperintahkan untuk menangkap dan menghukup para pelaku pengebom dan peracun ikan karena hal itu merupakan tindakan illegal dan dapat merusak habitat laut.

Perintah itu disampaikan Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan menanggapi keluhan para nelayan pada acara silaturahmi dengan keluarga besar Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNS) Aceh Singkil, Selasa (17/7) di Desa Ketapang Indah, Aceh Singkil.

Kapolda Iskandar mengatakan penangkapan  ikan dengan cara meracun atau membom merupakan tindakan illegal yang sangat berdampak buruk terhadap lingkungan dan habitat laut. Pasalnya, dengan racun dan bom dapat memusnahkan semua jenis ikan mulaia induk hingga yang masih kecil.

“Jadi kalau ada  yang meracun atau membom ikan  kasih tau saya. Pak Kapolres, Pol Airud tolong itu ditangkap. Masa tidak bisa menangkap pelaku peracun ikan. Pasti pelakunya masih makan nasi, kalau pelakunya makan nasi bisa ditangkap kecuali makan batu. Sekali lagi Kapolres, Pol Airud,  tangkap adili dan hukum pelaku peracun ikan,” tegas Kapolda Aceh.

Kapolda juga memerintahkan kepolisian Aceh Singkil agar menindak penyedia bahan-bahan racun  ikan (potasium) atau bom ikan. Sebab, bukan hanya bagi lingkungan, bahan peledak dan racun ikan juga dapat menjadi teror bagi masyarakat.

Menyangkut kapal nelayan asal Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang selama ini sangat meresahkan nelayan Aceh Singkil, Kapolda Iskandar Hasan menawarkan kepada Panglima Laot dan unsur Muspida Aceh Singkil agar melakukan pertemuan khusus dengan Pemkab Sibolga.

Pertemuan semua pihak tersebut menurut Kapolda bisa saja dilakukan di Sibolga atau di Medan. Kapolda pun berharap adanya kesepakatan bersama antara pemerintah dan nelayan Aceh Singkil dengan Pemkab Sibolga dan nelayannya. Sehingga kedua daerah dapat saling menghargai. “Masalah nelayan merupakan persoalan rakyat yang harus segera dituntaskan,” katanya.

Sebelumnya, para nelayan Aceh Singkil mengeluh terhadap tindakan pemboman dan peracunan ikan yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun drastis. Bahkan menurut nelayan, setiap hari tidak kurang dua ton anak udang mati mubazir di laut akibat penggunakan racun ikan.(kh)
sumber : www.aceh.tribunnews.com 

Jumat, 13 Juli 2012

Jenis Ikan Laut, Tambak dan Rawa yang Mulai Langka

Bireuen - Penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) dan munculnya ikan-ikan lain yang lebih dominan memangsa ikan-ikan lainnya, menyebabkan sejumlah jenis ikan menjadi langka. Disamping itu sifat kanibal sesama ikan juga semakin meluas.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bireuen, M. Jafar, Selasa (3/7) melalui Kabid Bina Usaha Tani/Nelayan dan Pemberdayaan SDM, Sulaiman Sp.
Diterangkannya jenis ikan laut yang sudah langka di perairan Bireuen, antara lain Gantup dalam bahasa indonesia disebut dengan Biji Nangka, Muneng (Lemuru), Bawai (Bawal), Khanteunga (Kakap Merah), Uruh (Tongkol Sisik), Rambe (Ikan Kue), Ticeut (teri Pipih), dan Bileh Bu (Teri Nasi).
"Jenis ikan tersebut sudah langka, demikian pula dengan tongkol sisik hanya tinggal nama saja. Kalau Meuneng, dari 12 jenis ikan itu yang tinggal cuma Meuneng Seude," jelasnya seraya mengatakan ikan-ikan tersebut merupakan ikan Palagis, artinya ikan itu berkembang biak di permukaan air.
Sementara ikan tambak yang ikut langka di Bireuen, sebut Sulaiman Sp kembali,  Deut (Balaso) dan Bing Cakah (Kepiting), "Ikan itu langka akibat sungai mulai sempit, tanaman air telah berkurang, seperti bakau dimana bakau tersebut merupakan tempat berkembang biak ikan-iakan jenis itu,"seraya menyebutkan ikan Deut (Balaso) yang beredar di pasar ikan Bireuen itu pasokan dari Aceh Timur.
Begitu pun dengan ikan rawa,"Akibat penangkapan tidak ramah lingkungan, ikan sepat, lele, kreub (batok) serta ileh (sidat) juga sangat langka," pungkasnya.
Sumber : http://theglobejournal.com/lingkungan/ini-ikan-laut-tambak-dan-rawa-yang-mulai-langka

KONSERVASI TERUMBU KARANG

konservasi terumbu karang

ACEH BESAR, 11/7 - KONSERVASI TERUMBU KARANG. Sebuah kapal kargo berlabuh dekat pulau Ujung Pancu, di Kec. Peukan Bada, Kab. Aceh Besar, Selasa (10/7). Lembaga Adat Laut dan masyarakat peduli lingkungan mengusulkan kepada pemerintah agar pulau di perairan itu ditetapkan sebagai kawasan konservasi guna menyelematkan terumbu karang dan biota laut.
sumber : http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1341982501/konservasi-terumbu-karang

TAMBANG PASIR BESI: Terumbu Karang Terancam

Banda Aceh, Kompas - Di sepanjang pantai di wilayah Kemukiman Lampanah-Leungah, Aceh Besar, masih terdapat terumbu karang yang penting bagi keseimbangan ekosistem laut. Karena itu, rencana penambangan pasir besi di wilayah pantai di kawasan tersebut dapat mengancam keseimbangan ekosistem laut.
Dalam penelusuran terumbu karang yang dilaksanakan oleh Ocean Diving Club (ODC) Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup Aceh, Minggu (8/7), di garis pantai Lampanah-Leungah ditemukan terumbu karang yang masih hidup. Bahkan, terumbu karang tersebut juga berada dekat dengan bibir pantai, 50-100 meter.
Temuan tersebut mementahkan klaim dari sebuah perusahaan penambang pasir besi yang menyatakan di sepanjang pantai Lampanah-Leungah tak ada terumbu karang.
Peneliti terumbu karang dari ODC, Marwandi, menuturkan, di sepanjang Pantai Lhok Me, Lampanah, terumbu karang berada di kedalaman 3 meter. Terumbu-terumbu itu masih hidup dan tergolong masif, dengan kerapatan sekitar 2 meter.
Ikan-ikan masih menjadikannya sebagai tempat untuk memijahkan telur,” kata Marwandi, Senin.
Maulia, peneliti lain dari ODC, menyebutkan, keberadaan terumbu karang sangat penting bagi ikan dan kehidupan laut di pantai tersebut. Selain untuk memijahkan telur, terumbu-terumbu tersebut juga menjadi tempat untuk mencari makanan. Beberapa titik terumbu tampak terbenam oleh sedimentasi. Hal ini seperti terlihat dari hasil temuan tim ODC di Pantai Dusun Leungah. Berbeda dengan di kawasan Lhok Me, terumbu karang di wilayah Pantai Leungah lebih sedikit dengan kerapatan sekitar 3 meter. 

Rabu, 11 Juli 2012

125 Boat Dikerahkan Mencari Korban

Senin, 9 Juli 2012 10:29 WIB




BIREUEN - Dua nelayan yang hilang sejak Sabtu (7/7) dini hari akibat tenggelamnya boat jenis ‘labi-labi’ bernama Bintang Delapan di Selat Malaka, belum juga ditemukan hingga Minggu (8/7) kemarin. Untuk mencari korban, Abu Laot Bireuen, Badruddin Yunus mengerahkan 125 boat nelayan yang disebar di Selat Malaka, mulai dari perairan Kabupaten Bireuen, Aceh Utara, hingga Pidie Jaya.

Sebelumnya dilaporkan bahwa nelayan yang hilang dalam insiden itu tiga orang. Namun, setelah di-crosscheck Badruddin Yunus ke berbagai pihak, ternyata nelayan yang hilang dan belum ditemukan itu hanya dua orang. Begitu juga ABK boat itu, sebetulnya bukan 12, melainkan hanya sepuluh orang.

Menurut Abu Laot, Badruddin Yunus, meski 125 boat nelayan dikerahkan mencari korban di Selat Malaka, namun karena cuaca di tengah laut kurang mendukung, sehingga kedua nelayan itu belum ditemukan hingga sore kemarin.

“Namun, kami akan terus berupaya mencari mereka sampai dapat, tentunya dengan senantiasa berdoa dan berharap petunjuk dari Allah swt,” ujar Badruddin.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, boat nelayan berawak sepuluh tenggelam di Selat Malaka, sekitar 15 mil dari Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Peudada, Bireuen, Sabtu (7/7) dini hari. Saat boat lenyap ditelan laut, tiba-tiba muncul kobaran api membakar ABK yang sedang berjuang hidup mati di tengah amuk samudra.

Boat jenis labi-labi yang terbakar itu milik Sofyan A Latief, warga Peudada, Bireuen. Ada sepuluh awak di boat tersebut ketika musibah terjadi sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, Sabtu (7/7).

Abu Laot Bireuen yang dikonfirmasi Serambi, Minggu (8/7) kemarin, membenarkan bahwa awalnya terjadi simpang siur data tentang jumlah nelayan yang hilang. Namun, setelah pihaknya memastikan jumlah korban hilang berdasarkan nama dan identitasnya, ternyata nelayan yang hilang dan belum ditemukan itu hanya dua orang. Namun, Abu Laot Bireuen belum merincikan nama kedua nelayan yang hilang itu.

Sementara itu, tiga nelayan yang terbakar bersamaan dengan tenggelamnya boat Bintang Delapan di Selat Malaka, hingga Minggu (8/7) kemarin masih dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daeraha (RSUD) dr Fauziah Bireuen. Ketiganya harus menjalani operasi di kamar bedah rumah sakit pemerintah itu.

Pantauan Serambi kemarin, ketiga korban masih terbaring lemas di ruang rawat bedah rumah sakit. Wajah dan beberapa bagian tubuh mereka masih hitam akibat terbakar.

Ditemani keluarga masing-masing, ketiganya masih sanggup bicara dan berharap dua rekan mereka yang hilang segera bisa ditemukan. “Kita sama-sama berdoa semoga mereka cepat ditemukan,” ujar Edi Saputra (37) yang diamini Abdullah dan Azhari yang sama-sama dirawat di RSUD dr Fauziah. (aceh,tribunnews.com)

Boat Karam, ABK Terbakar

Minggu, 8 Juli 2012 10:52 WIB

07072012foto.10_.jpg
SERAMBI/FERIZAL HASAN
Dua nelayan yaitu Edi Saputra (37), warga Lancok-Lancok Kuala dan Abdullah (46) penduduk Desa Blang Matang Peudada, Bireuen, korban boat terbakar dirawat di UGD RSUD dr Fauziah Bireuen, Sabtu (7/7) kemarin.

* Tiga Korban Masih Hilang

BIREUEN – Sebuah boat nelayan dengan 12 awak tenggelam di Selat Malaka berjarak sekitar 15 mil dari Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Peudada, Bireuen, Sabtu (7/7) dini hari. Saat boat lenyap ditelan laut, tiba-tiba muncul kobaran api membakar ABK yang sedang berjuang hidup mati di tengah amuk samudra. Tiga korban dilaporkan masih hilang.

Boat jenis labi-labi yang terbakar itu bernama ‘Bintang Delapan’ milik Sofyan A Latief, warga Peudada, Bireuen. Ada 12 awak di boat tersebut ketika musibah terjadi sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, Sabtu (7/7).

Dari 12 awak boat, sembilan di antaranya berhasil diselamatkan. Dari sembilan korban selamat itu, tiga orang harus mendapat perawatan intensif di RSUD dr Fauziah Bireuen karena luka bakar. Sedangkan tiga lainnya hingga tadi malam masih dalam pencarian.

Keterangan dari berbagai sumber yang dihimpun Serambi, boat ‘Bintang Delapan’ berangkat melaut dari dermaga PPI Peudada, Jumat (6/7) malam sekira pukul 22.00 WIB. Boat tersebut juga membawa lima jeriken bensin cadangan dengan masing-masing jeriken berisi 35 liter.

Setelah menempuh jarak sekitar 15 mil dari PPI Peudada, tiba-tiba boat bocor dan air laut dengan cepat memenuhi boat kayu tersebut. Meski awaknya sudah berupaya keras memompakan air ke luar tetapi tak berhasil. Di tengah kepanikan yang luar biasa, boat itu pun perlahan tenggelam dan menghilang ditelan laut.

Bersamaan dengan tenggelamnya ‘Bintang Delapan’, semua awaknya terapung-apung di permukaan laut. Beberapa korban secepatnya meraih jeriken bensin untuk pelampung. “Saat membuang bensin dari dalam jeriken, tiba-tiba terjadi kobaran api yang tidak diketahui sumbernya. Dengan cepat api membakar kami yang saat itu sedang terapung-apung berjuang antara hidup dan mati,” kata Edi Saputra (37), seorang korban selamat namun menderita luka bakar di wajah, tangan, kaki, dan beberapa bagian tubuh lainnya ketika dirawat di UGD RSUD dr Fauziah Bireuen.

Edi yang juga Pawang Boat ‘Bintang Delapan’ mengatakan, di tengah keadaan kritis di tengah malam buta itu, muncul boat nelayan lainnya dan secepatnya membantu. “Namun hanya sembilan orang yang berhasil diselamatkan malam itu. Tiga rekan kami yang lain tak ditemukan,” ujar Edi sambil menahan perih.

Selain Edi, ada dua korban luka bakar lainnya yang dirawat di RSUD dr Fauziah, yaitu Abdullah (46) dan Azhari (20).  Menurut dr Novi, dokter piket di UGD RSUD dr Fauziah Bireuen kepada Serambi kemarin menjelaskan, ketiga korban terbakar itu harus dioperasi oleh tim bedah untuk dikupas bagian tubuh yang terbakar.(aceh.tribunnews.com)

Rabu, 04 Juli 2012

Tujuh Jam Terapung, 10 Nelayan Selamat

Rabu, 4 Juli 2012 09:52 WIB

04072012foto.12_.jpg
SERAMBI/BUDI FATRIA
Nelayan Km Berlin menjalani pemeriksaan kesehatan di IGD Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Banda Aceh, Selasa (7/3) malam. Sebanyak sepuluh nelayan tersebut terapung selama tujuh jam di laut setelah boat yang mereka gunakan tenggelam di perairan antara Aceh Barat dan Aceh Jaya atau 30 mil dari pantai Ujung Raja Aceh Barat.

 
BANDA ACEH - Sebuah boat nelayan yang berpangkalan di Lampulo, Banda Aceh, KM Berlin tenggelam di Perairan Samudra Hindia yang berjarak sekitar 30 mil dari Ujong Raja, Kabupaten Aceh Barat, Selasa (3/7). Sebanyak 10 awak boat tersebut sempat terapung-apung selama tujuh jam sebelum akhirnya diselamatkan oleh boat nelayan lainnya.

Informasi awal tentang adanya musibah di Samudra Hindia tersebut diterima melalui kontak radio di Kantor Basarnas Banda Aceh pada Selasa siang kemarin. Selanjutnya pihak SAR melakukan pengembangan informasi tersebut ke pangkalan boat di kawasan Lampulo.

“Pada siang itu juga kami mendapatkan informasi dari awak boat di Lampulo bahwa semua korban berhasil ditolong oleh KM Tarasa dan dievakuasi ke Banda Aceh,” kata Capt Supriadi, nakhoda Rescue Boat (RB) 208 yang berpangkalan di Ulee Lheue.

Menurut informasi yang diterima Capt Supriadi, musibah itu diduga karena angin kencang pada Selasa subuh yang memicu terjadinya gelombang besar sehingga menenggalamkan KM Berlin. Semua awaknya sempat terapung-apung yang diperkirakan sekitar tujuh jam sebelum akhirnya diselamatkan oleh boat lainnya.

Dalam kondisi darurat medis, semua korban dievakuasi ke Lampulo yang waktu tempuhnya mencapai 6 jam dari lokasi kejadian. Akhirnya, sekitar pukul 20.30 WIB tadi malam, semua korban berhasil didaratkan dan selanjutnya diboyong ke RSU Zainoel Abidin untuk mendapatkan perawatan.

Data dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU Zainoel Abidin yang dicatat Serambi, ke-10 awak KM Berlin yang mengalami musibah tersebut masing-masing Zulkarnain, Tris, M Daud, Zulfikar, Mukhsin, Khaidir, Samsuri, Edi, Helmi, dan Wandi.(aceh.tribunnews.com)