Selasa, 15 November 2011

Terumbu Karang Sumber Ikan Dunia

Jakarta, Kompas - Sekitar separuh jumlah ikan di perairan laut dunia berasal dari kawasan segitiga terumbu karang seluas 14,7 juta kilometer persegi, yang sebagian besar masuk wilayah Indonesia. Kerusakan atau hilangnya ekosistem terumbu karang ini berdampak besar bagi perikanan dunia.
Segitiga terumbu karang berperairan relatif hangat dengan arus kuat dan biodiversitas tinggi, tempat ideal bagi berbagai jenis ikan untuk bertelur dan membesarkan anaknya. ”Di segitiga terumbu karang banyak berbagai arus, melintasi gunung berapi bawah laut yang subur. Ikan suka bertelur di arus yang kuat supaya telurnya aman dari predator,” kata dr Lida Pet-Soede, Head of the WWF Coral Triangle Programme, Kamis (3/11), di Jakarta, di sela-sela peluncuran program MyCoral Triangle.
Kondisi itu diperkuat aneka ekosistem tetangga yang mendukung, seperti mangrove dan lamun. Ini memberi kesempatan lebih besar bagi telur-telur yang tersebar itu menetas dan bertambah dewasa.
Segitiga terumbu karang dunia yang berpusat di Indonesia, meliputi perairan Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Niugini, dan Kepulauan Solomon. Sayangnya, sebagian ekosistem terumbu karang ini rusak.
”Menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 30 persen terumbu karang Indonesia rusak berat. Sejumlah 60 persen rusak sedang yang masih bisa pulih kalau kita bisa mengubah gaya hidup,” ucapnya.
Pola hidup itu menyangkut cara penangkapan ikan (pukat harimau, bom, dan menangkap anakan) serta pembangunan pesisir yang destruktif. Keberlanjutan ekosistem itu memengaruhi sekitar 120 juta masyarakat yang hidupnya tergantung laut.
Devy Suradji, Marketing Director WWF-Indonesia, mengatakan, keberlanjutan alam juga meliputi cara konsumsi. Masyarakat sudah saatnya jeli dalam memilih menu ikan dengan tidak mengonsumsi ikan anakan. ”Beri mereka waktu untuk bereproduksi. Ini kami kampanyekan di seluruh dunia,” ucapnya.
Sementara itu, pada siaran persnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) menyiapkan dana hibah 2 juta dollar AS (sekitar Rp 18 miliar) bagi rumah tangga nelayan miskin di Berau-Kalimantan Timur dan Balabac-Palawan Filipina. Dana itu bisa digunakan untuk budidaya rumput laut, pemrosesan ikan, memperbaiki perahu, dan beternak.
Diharapkan, itu bisa dimanfaatkan keluarga nelayan yang terdampak langsung perubahan iklim dan penangkapan ikan berlebih. (ICH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar