PENGGUNAAN pukat trawl sekali digunakan di laut, menyebabkan ribuan anak
udang, anak ikan belana, gulamo dan anak ikan rajungan mati sia-sia.
Tanpa disadari pola kerja itu, merusak mata pencaharian diri sendiri dan
orang lain.
Ali Nuddin nelayan asal Pulau Sarok, Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Rabu (25/7) menceritakan, pengalaman menggunakan alat tangkap udang yang dalam bahasa setempat disebut ‘pukat ular’ tersebut.
Selama empat tahun penggunaan pukat trawl, penghasilanya tak cukup sekadar memperbaiki boat dan
peralatan yang digunakan. “Kondisi itu jelas tak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan. Coba hitung saja kemubaziranya lebih besar dari pada penghasilan,” kata Ali.
Menurut Ali, dalam sehari pukat trawl paling banyak dapat 18 kilogram udang. Sementara, anak udang, anak ikan yang turut terjaring namun dibuang begitu saja jumlahnya mencapai ribuan. “Penghasilan 18 kilogram itu paling banyak, kadang lima kilogram. Yang sedihnya penghasilan itu, tak cukup sekadar merawat boat. Padahal akibatnya kita, orang lain, dan anak cucu kita bisa kehilangan mata pencaharian,” ujarnya.
Disebutkan, saat penggunaan pukat trawl muncuat ke permukaan, lalu disepakati ada penghentian. Efeknya sangat terasa kepada nelayan lain. Pengasilan nelayan melonjak lebih dari dua kali lipat dari biasanya. “Waktu dihentikan pada tanggal 16 Juli 2012 lalu, kemarin coba melaut hasilnya sudah lumayan. Apalagi kalau dihentikan seterusnya,” pungkas Ali.
Ali Nuddin nelayan asal Pulau Sarok, Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Rabu (25/7) menceritakan, pengalaman menggunakan alat tangkap udang yang dalam bahasa setempat disebut ‘pukat ular’ tersebut.
Selama empat tahun penggunaan pukat trawl, penghasilanya tak cukup sekadar memperbaiki boat dan
peralatan yang digunakan. “Kondisi itu jelas tak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan. Coba hitung saja kemubaziranya lebih besar dari pada penghasilan,” kata Ali.
Menurut Ali, dalam sehari pukat trawl paling banyak dapat 18 kilogram udang. Sementara, anak udang, anak ikan yang turut terjaring namun dibuang begitu saja jumlahnya mencapai ribuan. “Penghasilan 18 kilogram itu paling banyak, kadang lima kilogram. Yang sedihnya penghasilan itu, tak cukup sekadar merawat boat. Padahal akibatnya kita, orang lain, dan anak cucu kita bisa kehilangan mata pencaharian,” ujarnya.
Disebutkan, saat penggunaan pukat trawl muncuat ke permukaan, lalu disepakati ada penghentian. Efeknya sangat terasa kepada nelayan lain. Pengasilan nelayan melonjak lebih dari dua kali lipat dari biasanya. “Waktu dihentikan pada tanggal 16 Juli 2012 lalu, kemarin coba melaut hasilnya sudah lumayan. Apalagi kalau dihentikan seterusnya,” pungkas Ali.
Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2012/07/26/pukat-trawl-digunakan-anak-ikan-mati-sia-sia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar