Selasa, 07 Agustus 2012

UNESCO Tetapkan Laut Wakatobi Sebagai Cagar Biosfir

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Unesco menetapkan perairan laut Wakatobi, Indonesia, sebagai salah satu Cagar Biosfir Dunia di antara 20 cagar biosfir baru lainnya.
Dengan demikian, Wakatobi menjadi cagar biosfir ke-8 di Indonesia setelah Cibodas (Jawa Barat), Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), Lore Lindu (Sulawesi Tengah), Komodo (NTT), Gunung Leuser (Aceh dan Sumut), Siberut (Sumatera Barat), dan Giam Siak Kecil (Riau).
Kepala Pusat Humas Kemenhut Sumarto, Rabu (25/7/2012), menginformasikan, penetapan itu dilakukan
dalam sidang ke-24 International Coordinating Council (ICC) of the Man and the Biosphere (MAB) Programme 11-13 Juli 2012 lalu di Paris.
Wakatobi yang terletak di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan kependekan dari nama 4 pulau utama yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Kepulauan yang terletak antara Laut Banda dan Laut Flores ini mempunyai keanekaragaman ekosistem laut yang sangat tinggi dengan beragam spesies rumput laut dari pesisir, terumbu karang, ikan, burung laut, kura-kura, cetasea, dan mangrove.
Di kepulauan ini terdapat lebih dari 590 spesies ikan dan 396 jenis terumbu karang. Daerah inti situs ini mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam perlindungan ekosistem laut dan habitat beragam spesies satwa dan tumbuh-tumbuhan yang sangat penting.
Wakatobi akan menjadi laboratorium pembelajaran yang sangat berharga bagi para peneliti, pelajar, dan mahasisiwa, pemerintah daerah, lembaga swadaya maysrakat, dan sektor swasta, serta stakeholder lainnya.
Cagar Biosfir merupakan salah satu implementasi program MAB (Man And the Biosphere) yang dikembangkan UNESCO di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Program ini bertujuan mensinergikan konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan ekonomi dan pemberdayaan budaya nusantara untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
Implementasi program ini mensyaratkan sebuah kemitraan multipihak yang kuat. Tujuannya, membawa harmoni antara manusia, alam dan lingkungannya, dengan mempertahankan sumberdaya alam yang berkelanjutan serta menjamin pembangunan sosial ekonomi, guna melindungi keanekaragaman hayati dan budaya.
Untuk mencapai tujuan itu diperlukan tiga langkah yang saling berkaitan. Pertama, menerapkan pendekatan ekosistem untuk menyatukan perbedaan budaya dan sumber daya alam. Di dalam manajemen keanekaragaman hayati, dan mempromosikan konservasi serta pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
Kedua, meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM untuk mempromosikan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan interaksi antara alam dan lingkungannnya.
Ketiga, meningkatkan integrasi manfaat penelitian ilmiah dan pendekatan sosial budaya. Pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman sumberdaya hayati melalui kolaborasi multi-stakeholder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar