Jakarta (30/03)- Indonesia sejatinya bisa menjadi negara perikanan terbesar di dunia, dengan total potensi produksi perikanan sekitar 65,1 juta ton/tahun. Karena Cina yang kini sebagai produsen perikanan terbesar di dunia hanya memiliki potensi produksi tidak lebih dari 60 juta ton/tahun. Potensi besar ini, belum diimbangi dengan prestasi dalam hal perolehan devisa dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Sampai saat ini, sumbangan sektor perikanan terhadap PDB hanya sebesar 2,5%, papar Tamsil Linrung, Ketua Umum Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) dalam seminar “Menuju Indonesia Berdaulat Pangan” di DPR RI, Rabu (30/03).
Tamsil menjelaskan, masih rendahnya kinerja sektor perikanan bisa disebabkan karena faktor teknis-internal maupun makro-struktural. Faktor teknis Internal adalah faktor-faktor yang ada dalam tanggung jawab para nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha perikanan lainnya serta menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Kelautan dan Prikanan (KKP). Sedangkan makro-struktural adalah tingkat suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, sekitar 14% per tahun. ”Sebagai perbandingan, suku bunga di Malaysia, Thailand, dan Pilipina hanya 3,8%; Australia 3%; dan Jepang 0,5%. Pada kesimpulannya, kebijakan politik-ekonomi termasuk fiskal dan moneter hingga saat ini masih sangat daratan sentris, kurang berpihak pada ekonomi kelautan dan perikanan.” ungkap Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Politisi PKS ini mengarahkan, minimal ada enam langkah strategis yang harus ditempuh dalam upaya pembangunan perikanan Indonesia. Pertama, Harus dipastikan bahwa intensitas penangkapan (jumlah kapal ikan dan nelayan) yang beroperasi di setiap wilayah perairan berada pada tingkat yang optimal, tidak melebihi nilai MSY nya (Maximum Sustainable Yield). Kedua, Produktivitas dan efisiensi usaha budidaya laut dan tambak yang ada mesti ditingkatkan dengan menerapkan Good Aquaculture Practices sesuai dengan daya dukung lingkungan wilayah setempat. Ketiga, Infrastruktur dan sarana produksi baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya harus disediakan sesuai kebutuhan di setiap wilayah perikanan di seluruh tanah air. Keempat, program kredit dengan bunga relatif rendah dan persyaratan lebih lunak untuk sektor kelautan dan perikanan, seperti halnya di Malaysia, Thailand, India, Vietnam, China, dan negara-negara maju. Kelima, Iklim investasi dan keamanan berusaha harus dibuat lebih kondusif dan atraktif. ”Dan yang terakhir, tentunya seluruh kebijakan publik (politik-ekonomi) termasuk fiskal dan moneter, ekspor-impor, pendidikan, IPTEK, dan otonomi daerah mesti mendukung sektor kelautan dan perikanan melalui reorientasi pembangunan nasional berbasis kelautan dan kepulauan.” pungkas Tamsil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar