* Mati Massal Diduga Keracunan Limbah Pabrik *
SUBULUSSALAM - Aliran Sungai Batu-batu yang bermuara ke Sungai Souraya, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam diduga tercemar limbah pabrik menyebabkan ikan dan udang mati massal--bahkan diprediksi bisa punah. Fenomena memiriskan itu terlihat sejak Rabu (5/9) pagi setelah air sungai berubah keruh kehitam-hitaman menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit.
Berkembang dugaan penyebab matinya hasil sungai yang menjadi andalan nelayan Kecamatan Runding dan Simpang Kiri itu akibat tercemar limbah pabrik minyak kelapa sawit. “Kami duga ada limbah yang tumpah ke sungai, tapi ini yang
terkena Sungai Batu-Batu, ikan berton-ton mati,” kata Jaddam Basri, mantan kepala Desa Panglima Sahman, Kecamatan Runding kepada Serambi, Rabu (5/9) malam.
Jaddam mengatakan, semua jenis ikan dan udang air tawar di Sungai Batu-Batu terancam punah. Bahkan, kata Jaddam, ada ikan yang mati berukuran sangat besar dijual seharga Rp 500.000 satu ekor. “Warga berebut mengumpulkan ikan yang mati missal, jumlahnya sangat banyak. Bayangkan saja ada ikan yang cukup besar sampai harganya Rp 500.000 satu ekor. Itu artinya bukan hanya ikan kecil, induk-induknya pun punah,” kata Jaddam.
Menurut Jaddam, dia sempat memasak dan mengonsumsi ikan yang dikumpulkan dari aliran Sungai Batu-batu. “Rasanya berubah menjadi pahit. Padahal, ikan air tawar yang baru diambil dari sungai rasanya segar. Daging ikan yang mati akibat pencemaran limbah tersebut pahit terutama pada bagian perut,” ujar Jaddam.
Jaddam menjelaskan, air sungai yang sudah pasti tercemar baru di Sungai Batu-Batu sedangkan Sungai Souraya yang menjadi muaranya belum terlihat meski tidak tertutup kemungkinan akan ikut tercemar.
Tokoh Pemuda Kecamatan Runding, Suryadin yang juga Ketua Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Kecamatan Runding kepada Serambi menanggapi serius kasus matinya ikan dan udang secara massal di Sungai Batu-batu.
Menurut kesaksian Suryadin, kasus itu terjadi sekira pukul 08.20 WIB, Rabu 5 Agustus 2012. Beberapa menit sebelum terlihat ikan dan udang mengapung dan mati, air sungai berubah keruh kehitam-hitaman dengan menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit.
“Peristiwa yang patut diduga akibat pencemaran ini berpotensi menghancurkan habitat sungai dan menghilangkan mata pencaharian masyarakat,” tandas Suryadin.
Meski belum ada hasil penelitian, namun sebagian warga ada yang menduga penyebab matinya ikan dan udang di Sungai Batu-batu akibat tercemar limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN). Pabrik ini berlokasi di Kampung Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam persis di sekitar Sungai Singgersing yang bermuara ke Batu-Batu dan Souraya. Namun pihak PT SSN secara tegas membantah dugaan tersebut.(kh)
Asa Terancam di Batu-batu
MATINYA ikan, udang, dan berbagai biota lainnya di Sungai Batu-batu, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam yang diduga akibat tercemarnya aliran sungai tersebut dengan limbah pabrik merupakan pukulan berat bagi masyarakat setempat, terutama yang bekerja sebagai nelayan tradisional. Wajar jika kemudian muncul tuntutan ganti rugi kepada pihak-pihak yang terbukti menjadi penyebab malapetaka itu.
Ketua Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Kecamatan Runding, Suryadin menandaskan, pihaknya akan menuntut perusahaan membayar ganti rugi penaburan benih ikan, pembayaran kompensasi berupa uang tunai kepada nelayan yang kehilangan pekerjaan serta memberi pekerjaan.
Pernyataan serupa juga disampaikan mantan kepala Desa Panglima Sahman, Jaddam Basri. Menurut Jaddam, Sungai Batu-Batu menjadi tumpuan hidup ratusan nelayan. Di sana lebih seratusan nelayan tradisional mencari ikan. Bahkan untuk Desa Panglima Sahman saja ada 22 kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidup dari hasil Sungai Batu-Batu.
Kecuali warga Runding, sebanyak 33 KK warga Pasar Panjang, Kecamatan Simpang Kiri juga mencari rezeki di Sungai batu-Batu. “Permasalahan semakin meluas jika pencemaran memasuki Sungai Souraya. Jika ini terjadi akan semakin banyak masyarakat yang terancam mata pencarian,” ujar Jaddam.
Sungai Souraya yang merupakan muara dari Sungai Batu-batu merupakan sungai terpanjang di Aceh, berhulu di Alas, Aceh Tenggara, sedangkan hilir (muara)-nya berada di kawasan Pasie Tangah, Pulo Sarok, Singkil.
Sebelum sampai ke muara, di kawasan Simpang Kiri dan Simpang Kanan, sungai ini bercabang dua; satu ke kanan, satu lagi ke kiri. Khusus alur sungai yang bercabang ke kiri bersambung hingga ke kawasan Sukamakmur dan Bengkolan Singkil.
Air sungai di Sukamakmur inilah yang dijadikan air baku oleh PDAM setempat untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Kecamatan Singkil dan sekitarnya. Namun, tidak semua warga kecamatan itu bergantung pada pasokan air PDAM karena sebagian besar penduduk justru secara turun-temurun memanfaatkan air sumur yang jernih.
Tentang Sungai Batu-batu, sebelum akhirnya bermuara ke Singkil, terdapat tiga cabang sungai di kawasan Kota Subulussalam, di mana salah satunya adalah Sungai Singgersing bermuara ke Sungai Batu-batu.
Terpaut sekitar empat kilometer juga ada satu cabang sungai lagi yaitu Sungai Kombih. Di antara sungai Kombih dengan Sungai Batu-batu juga terdapat instalasi pengolahan air bersih untuk melayani kebutuhan warga di Kecamatan Runding. Kita berharap dugaan pencemaran yang sedang terjadi tidak sampai memunculkan masalah lain yang bisa berakibat lebih fatal. Sekali lagi, semoga.(dik/kh)
Badan Lingkungan Hidup Turunkan Tim
SUBULUSSALAM - Hingga Rabu (5/9) malam belum ada penjelasan ilmiah tentang penyebab matinya ikan dan udang di Sungai Batu-batu, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam. Begitu juga mengenai dugaan tercemarnya aliran sungai akibat limbah pabrik masih sebatas dugaan yang perlu pembuktian.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan dan Pemadam Kebakaran (BLHKPPK) Kota Subulussalam, Ibnu Hajar yang ditanyai Serambi mengatakan pihaknya sudah menurunkan tim yang membidangi lingkungan hidup ke lokasi pabrik minyak kelapa sawit milik PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN) di Kampung Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Tim yang diturunkan itu, menurut Ibnu Hajar akan mengecek apakah limbah perusahaan tersebut tumpah ke sungai atau sengaja dibuang. “Saya sendiri baru mendapat informasi adanya ikan mati secara massal pada Rabu sore,” katanya.
Ibnu meminta waktu untuk menjelaskan hasil kerja tim terkait dugaan pencemaran limbah pabrik kelapa sawit PT SSN. “Tim sudah kami turunkan, jadi besoklah baru bisa kita ketahui informasi lebih jelas apakah ada pencemaran limbah dari PT SSN atau tidak,” demikian Ibnu Hajar.(kh)
PT SSN Bantah Cemari Sungai
SUBULUSSALAM - Pihak Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN) melalui humasnya, Junaidi membantah pihaknya sebagai penyebab terjadinya pencemaran Sungai Batu-batu yang berdampak matinya ikan.
“Mana mungkinlah kami membuang limbah ke sungai, kolam kami pun tidak ada yang pecah,” kata Junaidi menjawab Serambi, Rabu (5/9).
Menurut Junaidi, terkait dengan kejadian itu, sudah ada tim lingkungan hidup yang turun ke lapangan untuk mengecek kolam penampungan limbah PT SSN. Sejauh ini tidak ada kolam penampungan limbah pabriknya yang jebol.
Junaidi sendiri mengakui sudah mendapat kabar adanya ikan mati di aliran sungai Kecamatan Runding. Namun dia lagi-lagi membantah kalau kejadian itu disebabkan limbah pabriknya.
Menanggapi informasi yang mengatakan bahwa ikan di Sungai Singgersing juga mati, Junaidi juga membantah. Bantahan juga disampaikan saat Serambi menanyakan kabar adanya kolam limbah yang meluap akibat guyuran hujan selama dua hari belakangan ini. “Kolam pecah tidak ada, meluap juga tidak karena isi kolam masih stabil, kalau dibilang dibuang ke sungai juga tidak karena kolam masih berisi,” pungkas Junaidi.(kh)
Dugaan Limbah Pabrik
KAMI duga ada limbah pabrik yang tumpah ke sungai, tapi ini yang terkena Sungai Batu-Batu, ikan berton-ton mati. Semua jenis ikan dan udang air tawar di Sungai Batu-Batu terancam punah. Bahkan, ada ikan yang mati berukuran sangat besar dijual seharga Rp 500.000 satu ekor. Ini artinya yang mati bukan hanya ikan-ikan kecil.
air sungai yang sudah pasti tercemar baru di Sungai Batu-Batu sedangkan Sungai Souraya yang menjadi muaranya belum terlihat meski tidak tertutup kemungkinan akan ikut tercemar.
* Jaddam Basri, mantan kepala Desa Panglima Sahman. (kh)
Tuntut Ganti Rugi
SEBELUM ikan dan udang mengapung dan mati, air sungai berubah keruh kehitam-hitaman dengan menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit. Jika memang terbukti penyebab pencemaran adalah limbah pabrik, wajar jika masyarakat yang menggantungkan hidup di aliran sungai itu menuntut ganti rugi. Peristiwa ini berpotensi menghancurkan habitat sungai dan menghilangkan mata pencaharian masyarakat.
* Suryadin, Ketua KMPA Kecamatan Runding.
SUBULUSSALAM - Aliran Sungai Batu-batu yang bermuara ke Sungai Souraya, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam diduga tercemar limbah pabrik menyebabkan ikan dan udang mati massal--bahkan diprediksi bisa punah. Fenomena memiriskan itu terlihat sejak Rabu (5/9) pagi setelah air sungai berubah keruh kehitam-hitaman menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit.
Berkembang dugaan penyebab matinya hasil sungai yang menjadi andalan nelayan Kecamatan Runding dan Simpang Kiri itu akibat tercemar limbah pabrik minyak kelapa sawit. “Kami duga ada limbah yang tumpah ke sungai, tapi ini yang
terkena Sungai Batu-Batu, ikan berton-ton mati,” kata Jaddam Basri, mantan kepala Desa Panglima Sahman, Kecamatan Runding kepada Serambi, Rabu (5/9) malam.
Jaddam mengatakan, semua jenis ikan dan udang air tawar di Sungai Batu-Batu terancam punah. Bahkan, kata Jaddam, ada ikan yang mati berukuran sangat besar dijual seharga Rp 500.000 satu ekor. “Warga berebut mengumpulkan ikan yang mati missal, jumlahnya sangat banyak. Bayangkan saja ada ikan yang cukup besar sampai harganya Rp 500.000 satu ekor. Itu artinya bukan hanya ikan kecil, induk-induknya pun punah,” kata Jaddam.
Menurut Jaddam, dia sempat memasak dan mengonsumsi ikan yang dikumpulkan dari aliran Sungai Batu-batu. “Rasanya berubah menjadi pahit. Padahal, ikan air tawar yang baru diambil dari sungai rasanya segar. Daging ikan yang mati akibat pencemaran limbah tersebut pahit terutama pada bagian perut,” ujar Jaddam.
Jaddam menjelaskan, air sungai yang sudah pasti tercemar baru di Sungai Batu-Batu sedangkan Sungai Souraya yang menjadi muaranya belum terlihat meski tidak tertutup kemungkinan akan ikut tercemar.
Tokoh Pemuda Kecamatan Runding, Suryadin yang juga Ketua Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Kecamatan Runding kepada Serambi menanggapi serius kasus matinya ikan dan udang secara massal di Sungai Batu-batu.
Menurut kesaksian Suryadin, kasus itu terjadi sekira pukul 08.20 WIB, Rabu 5 Agustus 2012. Beberapa menit sebelum terlihat ikan dan udang mengapung dan mati, air sungai berubah keruh kehitam-hitaman dengan menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit.
“Peristiwa yang patut diduga akibat pencemaran ini berpotensi menghancurkan habitat sungai dan menghilangkan mata pencaharian masyarakat,” tandas Suryadin.
Meski belum ada hasil penelitian, namun sebagian warga ada yang menduga penyebab matinya ikan dan udang di Sungai Batu-batu akibat tercemar limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN). Pabrik ini berlokasi di Kampung Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam persis di sekitar Sungai Singgersing yang bermuara ke Batu-Batu dan Souraya. Namun pihak PT SSN secara tegas membantah dugaan tersebut.(kh)
Asa Terancam di Batu-batu
MATINYA ikan, udang, dan berbagai biota lainnya di Sungai Batu-batu, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam yang diduga akibat tercemarnya aliran sungai tersebut dengan limbah pabrik merupakan pukulan berat bagi masyarakat setempat, terutama yang bekerja sebagai nelayan tradisional. Wajar jika kemudian muncul tuntutan ganti rugi kepada pihak-pihak yang terbukti menjadi penyebab malapetaka itu.
Ketua Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Kecamatan Runding, Suryadin menandaskan, pihaknya akan menuntut perusahaan membayar ganti rugi penaburan benih ikan, pembayaran kompensasi berupa uang tunai kepada nelayan yang kehilangan pekerjaan serta memberi pekerjaan.
Pernyataan serupa juga disampaikan mantan kepala Desa Panglima Sahman, Jaddam Basri. Menurut Jaddam, Sungai Batu-Batu menjadi tumpuan hidup ratusan nelayan. Di sana lebih seratusan nelayan tradisional mencari ikan. Bahkan untuk Desa Panglima Sahman saja ada 22 kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidup dari hasil Sungai Batu-Batu.
Kecuali warga Runding, sebanyak 33 KK warga Pasar Panjang, Kecamatan Simpang Kiri juga mencari rezeki di Sungai batu-Batu. “Permasalahan semakin meluas jika pencemaran memasuki Sungai Souraya. Jika ini terjadi akan semakin banyak masyarakat yang terancam mata pencarian,” ujar Jaddam.
Sungai Souraya yang merupakan muara dari Sungai Batu-batu merupakan sungai terpanjang di Aceh, berhulu di Alas, Aceh Tenggara, sedangkan hilir (muara)-nya berada di kawasan Pasie Tangah, Pulo Sarok, Singkil.
Sebelum sampai ke muara, di kawasan Simpang Kiri dan Simpang Kanan, sungai ini bercabang dua; satu ke kanan, satu lagi ke kiri. Khusus alur sungai yang bercabang ke kiri bersambung hingga ke kawasan Sukamakmur dan Bengkolan Singkil.
Air sungai di Sukamakmur inilah yang dijadikan air baku oleh PDAM setempat untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Kecamatan Singkil dan sekitarnya. Namun, tidak semua warga kecamatan itu bergantung pada pasokan air PDAM karena sebagian besar penduduk justru secara turun-temurun memanfaatkan air sumur yang jernih.
Tentang Sungai Batu-batu, sebelum akhirnya bermuara ke Singkil, terdapat tiga cabang sungai di kawasan Kota Subulussalam, di mana salah satunya adalah Sungai Singgersing bermuara ke Sungai Batu-batu.
Terpaut sekitar empat kilometer juga ada satu cabang sungai lagi yaitu Sungai Kombih. Di antara sungai Kombih dengan Sungai Batu-batu juga terdapat instalasi pengolahan air bersih untuk melayani kebutuhan warga di Kecamatan Runding. Kita berharap dugaan pencemaran yang sedang terjadi tidak sampai memunculkan masalah lain yang bisa berakibat lebih fatal. Sekali lagi, semoga.(dik/kh)
Badan Lingkungan Hidup Turunkan Tim
SUBULUSSALAM - Hingga Rabu (5/9) malam belum ada penjelasan ilmiah tentang penyebab matinya ikan dan udang di Sungai Batu-batu, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam. Begitu juga mengenai dugaan tercemarnya aliran sungai akibat limbah pabrik masih sebatas dugaan yang perlu pembuktian.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan dan Pemadam Kebakaran (BLHKPPK) Kota Subulussalam, Ibnu Hajar yang ditanyai Serambi mengatakan pihaknya sudah menurunkan tim yang membidangi lingkungan hidup ke lokasi pabrik minyak kelapa sawit milik PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN) di Kampung Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Tim yang diturunkan itu, menurut Ibnu Hajar akan mengecek apakah limbah perusahaan tersebut tumpah ke sungai atau sengaja dibuang. “Saya sendiri baru mendapat informasi adanya ikan mati secara massal pada Rabu sore,” katanya.
Ibnu meminta waktu untuk menjelaskan hasil kerja tim terkait dugaan pencemaran limbah pabrik kelapa sawit PT SSN. “Tim sudah kami turunkan, jadi besoklah baru bisa kita ketahui informasi lebih jelas apakah ada pencemaran limbah dari PT SSN atau tidak,” demikian Ibnu Hajar.(kh)
PT SSN Bantah Cemari Sungai
SUBULUSSALAM - Pihak Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sawit Sejahtera Nabati (SSN) melalui humasnya, Junaidi membantah pihaknya sebagai penyebab terjadinya pencemaran Sungai Batu-batu yang berdampak matinya ikan.
“Mana mungkinlah kami membuang limbah ke sungai, kolam kami pun tidak ada yang pecah,” kata Junaidi menjawab Serambi, Rabu (5/9).
Menurut Junaidi, terkait dengan kejadian itu, sudah ada tim lingkungan hidup yang turun ke lapangan untuk mengecek kolam penampungan limbah PT SSN. Sejauh ini tidak ada kolam penampungan limbah pabriknya yang jebol.
Junaidi sendiri mengakui sudah mendapat kabar adanya ikan mati di aliran sungai Kecamatan Runding. Namun dia lagi-lagi membantah kalau kejadian itu disebabkan limbah pabriknya.
Menanggapi informasi yang mengatakan bahwa ikan di Sungai Singgersing juga mati, Junaidi juga membantah. Bantahan juga disampaikan saat Serambi menanyakan kabar adanya kolam limbah yang meluap akibat guyuran hujan selama dua hari belakangan ini. “Kolam pecah tidak ada, meluap juga tidak karena isi kolam masih stabil, kalau dibilang dibuang ke sungai juga tidak karena kolam masih berisi,” pungkas Junaidi.(kh)
Dugaan Limbah Pabrik
KAMI duga ada limbah pabrik yang tumpah ke sungai, tapi ini yang terkena Sungai Batu-Batu, ikan berton-ton mati. Semua jenis ikan dan udang air tawar di Sungai Batu-Batu terancam punah. Bahkan, ada ikan yang mati berukuran sangat besar dijual seharga Rp 500.000 satu ekor. Ini artinya yang mati bukan hanya ikan-ikan kecil.
air sungai yang sudah pasti tercemar baru di Sungai Batu-Batu sedangkan Sungai Souraya yang menjadi muaranya belum terlihat meski tidak tertutup kemungkinan akan ikut tercemar.
* Jaddam Basri, mantan kepala Desa Panglima Sahman. (kh)
Tuntut Ganti Rugi
SEBELUM ikan dan udang mengapung dan mati, air sungai berubah keruh kehitam-hitaman dengan menebarkan aroma persis limbah kelapa sawit. Jika memang terbukti penyebab pencemaran adalah limbah pabrik, wajar jika masyarakat yang menggantungkan hidup di aliran sungai itu menuntut ganti rugi. Peristiwa ini berpotensi menghancurkan habitat sungai dan menghilangkan mata pencaharian masyarakat.
* Suryadin, Ketua KMPA Kecamatan Runding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar