IST
Ikan Depik
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Tiga tahun terakhir, populasi ikan Depik (latin: Rasbora Leptasoma) terus menurun, bahkan, pada tempat-tempat tertentu tidak ditemukan lagi kawanan ikan Depik dalam jumlah besar.
Semakin berkurangnya Ikan Depik diduga disebabkan oleh penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh warga dan nelayan, sementara tidak ada upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Warga yang selama ini bekerja sebagai nelayan ikan Depik mulai beralih ke profesi lain, karena pendapatan dari mencari ikan Depik semakin menurun.
Seorang nelayan di Kampung Toweren Uken, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, Aman Husni (45), Rabu (19/10/2011) mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, hasil tangkapan Ikan Depik semakin menurun dari biasanya. Dua hingga tahun lalu, katanya, dari hasil menjaring ikan Depik dalam semalam, manghasilkan 10 bambu (sekitar 15 klogram) setiap harinya, namun belakangan ini, hanya menghasilkan paling banyak tiga bambu (sekitar tiga kilogram) saja. Ia telah mencoba melakukan penjeringan ikan Depik hingga ke tengah-tengah Danau Laut Tawar agar mendapatkan kawanan ikan, namun, hasil tangkapan ikan Depik semakin seret.
Dahulu, kata Aman Husni, dengan harga jual Ikan Depik per bambu Rp 30.000, penghasilan dari nelayan Ikan Depik mencapai Rp 300.000 per hari, namun kini, dengan harga Ikan Depik Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per bambu, ia hanya mampu mengumpulkan dua bambu ikan Depik setiap harinya. Hitung-hitung, katanya, pendapatan sehari hanya Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per hari dari berjualan ikan depik. Pada tahun 2002 hingga 2009 lalu, jumlah populasi Ikan Depik di Danau Laut Tawar Takengon masih banyak, bahkan pada musim Depik, antara bulan Agustus hingga Desember setiap tahunnya, Ikkan Depik muncul melimpah dari biasanya.
“Saat cuaca dingin, populasi ikan Depik meningkat tajam, sehinga musim dingin identik dengan Musim Depik,” ujar Aman Husni.
Nelayan lainnya, Saiful mengatakan, berkurangnya polupasi ikan Depik diperkirakan akibat perburuan besar-besaran yang dilakukan oleh nelayan dan warga di putar Danau Laut Tawar, bahkan, ikan-ikan langka itu juga diminati oleh sejumlah pelancong luar daerah. Dari sisi, katanya, Ikan Depik itu tidak dapat dibudidayakan baik di dalam keramba (jaring apung) maupun kolam ikan, Ikan Depik hanya hidup di Danau Laut Tawar dan berkembang biak secara alami.
“Belum ditemukan adanya teknik budidaya ikan Depik secara modern, namun semua proses berkembangbiaknya ikan Depik berlangsung secara alami,” ujar Saiful.
Nelayan Kampung One-One, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, Aman Fari mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah untuk membuat Qanun tentang Pengaturan Penangkapan Ikan Depik di Danau Laut Tawar, minimal membatasi ukuran diameter mata jaring (doran) yang digunakan untuk menangkap ikan Depik. Dari sisi lain, katanya, munculnya ratusan bangunan keramba (jaring apung) di Danau Laut Tawar juga mengancam habitat Ikan Depik, ditambah lagi, banyaknya sisa-sisa makanan ikan (pelet) yang mengendap ke dasar dan berubah menjadi limbah.
“Saya meminta pemerintah membatasi perburuan Ikan Depik di Danau Laut Tawar dengan pemberian sanksi kepada nelayan yang melanggar,” ujar Aman Fari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar