Badan Sepakbola Dunia (FIFA) tengah memikirkan solusi untuk mencari pengganti dari babak adu tendangan penalti. Opsi digelar laga ulang menjadi pembahasan.
Presiden FIFA Sepp Blatter dilaporkan tengah mempertim-bangkan solusi pengganti penalti dalam sebuah laga final yang berakhir imbang. Penyelesaian pertandingan dengan tendangan 12 pas, dianggap kurang adil.
"Perdebatan ini muncul dan berlanjut hingga menjadi kekhawatiran semua pihak bahwa akan dihapuskannya tendangan penalti," jelas Blatter seperti dilansir Goal, Senin (3/1). "Sangat bodoh jika sebuah tim menang hanya karena sebuah pengundian. Dan tim lain menjadi kambing hitam atas kekalahan tersebut. Kami sedang menyiapkan tim khusus yang mencari alternatif masalah ini," lanjut Blatter.
Dalam beberapa dekade terakhir, laga seperti Piala Dunia, Euro dan Liga Champions, harus mencari pemenang melalui babak adu penalti. Banyak pihak yang menyatakan bahwa penentuan pemenang melalui tendangan penalti masih pantas dipertahankan karena sangat menarik.
Komite Anti-Korupsi
Pada bagian lain, Sepp Blatter juga FIFA akan membentuk komite antikorupsi sebagai bagian dari regulasi baru demi memperkuat kredibilitas organisasi tersebut di mata dunia. Kabar itu muncul karena FIFA ingin memulihkan citranya dari dugaan adanya korupsi pada proses pemungutan suara untuk menentukan tuan rumah penyelenggara Piala Dunia 2018 dan 2022, anggota komite, Amos Adamu dan Reynald Temarii, diduga terlibat menerima uang dan akhirnya dihukum FIFA dari semua kegiatan yang berkaitan dengan dunia sepak bola.
"Komite ini akan memperkuat kredibilitas kami dan memberi kami citra baru dalam hal transparansi," ujar Blatter kepada suratkabar Swiss, Sonntags Zeitung. "Saya akan mengurusnya secara pribadi untuk memastikan tidak ada perilaku korupsi di tubuh FIFA," tambahnya.
Blatter tidak akan berada di komite tersebut sendirian, karena komite tersebut juga akan diisi oleh sembilan anggota dari dunia olahraga dan pekerjaan lainnya. Mengungkit hukuman FIFA yang diberikan kepada dua anggotanya yang terlibat penyuapan, Adamu menjadi anggota FIFA pertama yang dihukum karena kasus tersebut dan dibebastugaskan selama tiga tahun serta denda sebesar sepuluh ribu franc Swiss oleh komite etika FIFA, meskipun pada akhirnya ia bersumpah akan mengajukan banding.
Adamu terbukti bersalah menerima uang untuk suaranya yang menentukan tuan rumah Piala Dunia ketika meminta investor dari Sunday Times menyalurkan uang untuk sebuah proyek melalui perusahaan keluarga.
Rekannya sesama anggota komite eksekutif yang berasal dari Tahiti, Temarii, juga dihukum selama satu tahun dan didenda lima ribu franc Swiss karena melanggar aturan mengenai loyalitas dan kerahasiaan, hal yang kemudian juga dibantah oleh sang tertuduh.(Jhon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar