TEMPO.CO, Jakarta -- Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng pemerintah Prancis untuk memberantas praktek illegal fishing.
Kerja sama tersebut berupa pengembangan Stasiun Southeast Asia Center
for Ocean Research and Monitoring (Seacorm). Stasiun ini akan dipasang
di Perancak, Kabupaten Jembrana, Bali.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, melalui stasiun ini, pemerintah mengawasi dan memantau kapal-kapal perikanan. “Dapat diketahui kapal mana yang melanggar wilayah penangkapan ikan,” katanya seusai penandatanganan persetujuan fasilitas kredit proyek Infrastructure Development for Space Oceanography (INDESO) Indonesia dan Prancis di kantornya, Jakarta, Senin, 18 Juni 2012.
Dalam pengawasan kapal, stasiun dilengkapi dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan atau Vessel Monitoring System (VMS). Teknologi ini memanfaatkan satelit dan peralatan transmiter yang ditempatkan pada kapal perikanan. Sistem ini akan mengawasi kapal berdasarkan posisi kapal yang terpantau di monitor VMS.
Bali dipilih sebagai lokasi pembangunan stasiun karena dinilai strategis mengawasi pergerakan kapal wilayah Indonesia barat dan timur. Direktur Jenderal Pengawasan dan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Syahrin Abdurrahman mengatakan teknologi VMS mendukung pemerintah memerangi illegal fishing. “Kapal tanpa izin sekalipun tetap dapat kami identifikasi,” katanya. Teknologi VMS, Syahrin menambahkan, dapat mengidentifikasi semua benda yang berada di laut.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Bertrand Lortholary, mengatakan kerja sama sektor kelautan dan perikanan merupakan komitmen dalam kemitraan strategis yang digagas beberapa tahun lalu. “Indonesia negara kelautan terbesar di dunia, kekayaan lautnya perlu dijaga dan dikelola berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat Indonesia,” katanya.
Proyek INDESO diprediksi menelan biaya US$ 31,5 juta selama empat tahun. Dana tersebut diperoleh dari pinjaman lunak dan hibah Badan Pemerintah Prancis untuk Pembangunan (AFD) sebesar US$ 30 juta dan kontribusi pemerintah Indonesia sebesar US$ 1,5 juta.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, melalui stasiun ini, pemerintah mengawasi dan memantau kapal-kapal perikanan. “Dapat diketahui kapal mana yang melanggar wilayah penangkapan ikan,” katanya seusai penandatanganan persetujuan fasilitas kredit proyek Infrastructure Development for Space Oceanography (INDESO) Indonesia dan Prancis di kantornya, Jakarta, Senin, 18 Juni 2012.
Dalam pengawasan kapal, stasiun dilengkapi dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan atau Vessel Monitoring System (VMS). Teknologi ini memanfaatkan satelit dan peralatan transmiter yang ditempatkan pada kapal perikanan. Sistem ini akan mengawasi kapal berdasarkan posisi kapal yang terpantau di monitor VMS.
Bali dipilih sebagai lokasi pembangunan stasiun karena dinilai strategis mengawasi pergerakan kapal wilayah Indonesia barat dan timur. Direktur Jenderal Pengawasan dan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Syahrin Abdurrahman mengatakan teknologi VMS mendukung pemerintah memerangi illegal fishing. “Kapal tanpa izin sekalipun tetap dapat kami identifikasi,” katanya. Teknologi VMS, Syahrin menambahkan, dapat mengidentifikasi semua benda yang berada di laut.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Bertrand Lortholary, mengatakan kerja sama sektor kelautan dan perikanan merupakan komitmen dalam kemitraan strategis yang digagas beberapa tahun lalu. “Indonesia negara kelautan terbesar di dunia, kekayaan lautnya perlu dijaga dan dikelola berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat Indonesia,” katanya.
Proyek INDESO diprediksi menelan biaya US$ 31,5 juta selama empat tahun. Dana tersebut diperoleh dari pinjaman lunak dan hibah Badan Pemerintah Prancis untuk Pembangunan (AFD) sebesar US$ 30 juta dan kontribusi pemerintah Indonesia sebesar US$ 1,5 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar