Jumat, 22 Juni 2012

Illegal Fishing, Teroris Bagi Nelayan



Masih maraknya kasus penangkapan ikan secara liar (illegal fishing) rupanya benar-benar telah memukul masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada perekonomian di laut. Terlebih, sedikitnya, ada seribu kapal asing hilir mudik menangkap ikan secara ilegal di Indonesia setiap tahunnya.
“Perairan Natuna, Sulawesi Utara, dan Arafuru adalah area perairan Indonesia di mana Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing sering terjadi,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad dalam keterangan persnya belum lama ini.
Fadel menilai, IUU Fishing itu telah melemahkan pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Indonesia dan menyebabkan beberapa sumber daya perikanan di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia over fishing.
“IUU Fishing adalah tindakan kriminal lintas negara yang terorganisir dan secara jelas telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Karena, selain merugikan ekonomi, sosial, dan ekologi, praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu bangsa,” tegasnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri terus berusaha keras dalam memerangi IUU Fishing itu. Bahkan, pada bulan Oktober lalu Indonesia bersama 21 negara yang tergabung dalam Asia-Pasific Economic Development (APEC) telah bersepakat untuk lebih gencar dalam memerangi dan mengatasi illegal fishing. Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Paracas yang merupakan hasil dari Pertemuan Menteri Kelautan APEC  di Paracas, Peru, 11-12 Oktober 2010.
“Berbagai hal yang tercantum dalam Deklarasi Paracas sebenarnya tidak mengikat, tetapi sudah pasti akan berdampak terhadap kebijakan bidang perikanan di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal KKP Gellwynn Jusuf.
Meski begitu, sepertinya dibutuhkan usaha lebih keras lagi untuk meminimalisir kasus illegal fishing di Indonesia. Apalagi, potensi kerugian negara sebesar Rp80 triliun dari praktik kotor tersebut. Kerugian tersebut terdiri dari potensi ikan yang hilang mencapai Rp 30 triliun dan kehilangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 50 triliun setiap tahun.
Menurut Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PPP, Wan Abu Bakar, illegal fishing di Indonesia memang sudah berjalan cukup lama dan sangat mengkhawatirkan. Karenanya, dia berharap ada langkah konkret dari Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menangani dan memberantas praktik ilegal ini. “Pemerintah harus berani menegur dengan keras kapal-kapal asing yang sudah melakukan operasi penangkapan ilegal.”
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Y Paonganan. Menurutnya, masih maraknya kasus illegal fishing sebenarnya tak luput dari ketidaktegasan aparat dalam penanganan para pelaku illegal fishing. Hal ini bisa dilihat pada banyak kasus illegal fishing. Namun, para pelakunya dihukum ringan.
“Padahal, berdasarkan Pasal 85 jo Pasal 101 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan secara tegas bahwa pelaku illegal fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun,” bebernya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik menyatakan, Pemerintah belum optimal dalam melindungi sumber kekayaan laut Indonesia. Ditambah lagi dengan lemahnya diplomasi yang dilakukan Pemerintah terhadap negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Bahkan, katanya, pencurian ikan bukan lagi atas nama perusahaan dan pribadi, namun sudah melibatkan oknum pemerintahan.
“Kalau dulu mungkin sepeti itu (pribadi). Tapi sekarang, para pencuri ikan didukung oleh pemerintahnya, contohnya yang baru-baru ini Malaysia. Pemerintah harusnya bisa melakukan diplomasi dengan negara tetangga untuk tegas menindak oknum pelaku illegal fishing,” tukasnya.
Pencurian ikan yang semakin marak, ujar Riza, selain merugikan negara dari segi penerimaan pendapatan, juga mengancam ketahanan pangan nasional, di mana setiap tahun, sekitar 2,8 juta ton ikan dipasok oleh nelayan kecil untuk kebutuhan nasional.
Tak terelakkan, tidak tertanganinya masalah illegal fishing secara proporsional oleh pemerintah memang menjadikan masalahnya menjadi komplek dan rumit seperti benang kusut. Karenanya, untuk meminimalkan illegal fishing mungkin sudah saatnya pemerintah membuat Undang-Undang Anti Illegal Fishing.
Undang-Undang tersebut bisa jadi solusi ketika Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan kurang memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap pengelolaan sumber daya laut. Sebab, pada Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 memang ada celah yang memungkinkan nelayan asing mempunyai kesempatan luas untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Khususnya di Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Pada pasal 29 ayat (1), misalnya, dinyatakan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan, hanya boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, pada ayat (2), kecuali terdapat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan penangkapan ikan di ZEE, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum intenasional.
Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat terbentuknya pengadilan perikanan yang berwenang menentukan, menyelidiki, dan memutuskan tindak pidana setiap kasus illegal fishing dengan tidak melakukan tebang pilih. Bahkan, jika perlu pemerintah harus berani menghentikan penjarahan kekayaan laut Indonesia dengan bertindak tegas, seperti penenggelaman kapal nelayan asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar