Masih maraknya kasus penangkapan ikan secara liar (illegal fishing)
rupanya benar-benar telah memukul masyarakat yang selama ini
menggantungkan hidupnya pada perekonomian di laut. Terlebih, sedikitnya,
ada seribu kapal asing hilir mudik menangkap ikan secara ilegal di
Indonesia setiap tahunnya.
“Perairan Natuna, Sulawesi Utara, dan Arafuru adalah area perairan Indonesia di mana Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing sering terjadi,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad dalam keterangan persnya belum lama ini.
Fadel menilai, IUU Fishing itu telah
melemahkan pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Indonesia dan
menyebabkan beberapa sumber daya perikanan di beberapa Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia over fishing.
“IUU Fishing adalah tindakan kriminal
lintas negara yang terorganisir dan secara jelas telah menyebabkan
kerusakan serius bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia
Pasifik lainnya. Karena, selain merugikan ekonomi, sosial, dan ekologi,
praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu
bangsa,” tegasnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri terus berusaha keras dalam
memerangi IUU Fishing itu. Bahkan, pada bulan Oktober lalu Indonesia
bersama 21 negara yang tergabung dalam Asia-Pasific Economic Development (APEC) telah bersepakat untuk lebih gencar dalam memerangi dan mengatasi illegal fishing.
Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Paracas yang merupakan hasil
dari Pertemuan Menteri Kelautan APEC di Paracas, Peru, 11-12 Oktober
2010.
“Berbagai hal yang tercantum dalam
Deklarasi Paracas sebenarnya tidak mengikat, tetapi sudah pasti akan
berdampak terhadap kebijakan bidang perikanan di Indonesia,” kata
Sekretaris Jenderal KKP Gellwynn Jusuf.
Meski begitu, sepertinya dibutuhkan usaha lebih keras lagi untuk meminimalisir kasus illegal fishing
di Indonesia. Apalagi, potensi kerugian negara sebesar Rp80 triliun
dari praktik kotor tersebut. Kerugian tersebut terdiri dari potensi ikan
yang hilang mencapai Rp 30 triliun dan kehilangan penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 50 triliun setiap tahun.
Menurut Anggota Komisi IV DPR dari
Fraksi PPP, Wan Abu Bakar, illegal fishing di Indonesia memang sudah
berjalan cukup lama dan sangat mengkhawatirkan. Karenanya, dia berharap
ada langkah konkret dari Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menangani
dan memberantas praktik ilegal ini. “Pemerintah harus berani menegur
dengan keras kapal-kapal asing yang sudah melakukan operasi penangkapan
ilegal.”
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Y Paonganan. Menurutnya, masih maraknya kasus illegal fishing sebenarnya tak luput dari ketidaktegasan aparat dalam penanganan para pelaku illegal fishing. Hal ini bisa dilihat pada banyak kasus illegal fishing. Namun, para pelakunya dihukum ringan.
“Padahal, berdasarkan Pasal 85 jo Pasal
101 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan
secara tegas bahwa pelaku illegal fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun,” bebernya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik
menyatakan, Pemerintah belum optimal dalam melindungi sumber kekayaan
laut Indonesia. Ditambah lagi dengan lemahnya diplomasi yang dilakukan
Pemerintah terhadap negara-negara yang berbatasan langsung dengan
Indonesia. Bahkan, katanya, pencurian ikan bukan lagi atas nama
perusahaan dan pribadi, namun sudah melibatkan oknum pemerintahan.
“Kalau dulu mungkin sepeti itu
(pribadi). Tapi sekarang, para pencuri ikan didukung oleh pemerintahnya,
contohnya yang baru-baru ini Malaysia. Pemerintah harusnya bisa
melakukan diplomasi dengan negara tetangga untuk tegas menindak oknum
pelaku illegal fishing,” tukasnya.
Pencurian ikan yang semakin marak, ujar
Riza, selain merugikan negara dari segi penerimaan pendapatan, juga
mengancam ketahanan pangan nasional, di mana setiap tahun, sekitar 2,8
juta ton ikan dipasok oleh nelayan kecil untuk kebutuhan nasional.
Tak terelakkan, tidak tertanganinya masalah illegal fishing
secara proporsional oleh pemerintah memang menjadikan masalahnya
menjadi komplek dan rumit seperti benang kusut. Karenanya, untuk
meminimalkan illegal fishing mungkin sudah saatnya pemerintah membuat Undang-Undang Anti Illegal Fishing.
Undang-Undang tersebut bisa jadi solusi
ketika Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan kurang
memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap
pengelolaan sumber daya laut. Sebab, pada Undang-Undang Perikanan Nomor
31 Tahun 2004 memang ada celah yang memungkinkan nelayan asing mempunyai
kesempatan luas untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia.
Khususnya di Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Pada pasal 29 ayat (1), misalnya,
dinyatakan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan, hanya
boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Namun, pada ayat (2), kecuali terdapat ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang
melakukan penangkapan ikan di ZEE, sepanjang hal tersebut menyangkut
kewajiban negara Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau
ketentuan hukum intenasional.
Selain itu, pemerintah juga harus
mempercepat terbentuknya pengadilan perikanan yang berwenang menentukan,
menyelidiki, dan memutuskan tindak pidana setiap kasus illegal fishing
dengan tidak melakukan tebang pilih. Bahkan, jika perlu pemerintah harus
berani menghentikan penjarahan kekayaan laut Indonesia dengan bertindak
tegas, seperti penenggelaman kapal nelayan asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar