Sebanyak 323 produk perikanan asal Indonesia telah mendapatkan
sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merujuk pada standar
Codex. Codex merupakan standar internasional dan menjadi referensi
pemerintah, konsumen, produsen dan perdagangan dunia internasional untuk
menjamin bahwa seluruh
produk yang diperdagangkan di pasar
bermutu baik dan aman. Hal ini menunjukkan keseriusan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menyiapkan fondasi kuat di sektor
kelautan dan perikanan dengan meningkatkan mutu produk yang lebih
tinggi dan diakui secara internasional. Demikian disampaikan Sekretaris
Jenderal KKP, Gellwynn Jusuf mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan
saat membuka sidang ke-32 Codex Committee on Fish and Fishery Products
di Bali, Senin (1/10).
Lebih lanjut Gellwynn
mengatakan, Indonesia sebagai negara produsen maupun konsumen produk
perikanan, telah berkomitmen untuk turut berpartsipasi secara aktif
dalam kegiatan Codex. Pasalnya, dinamika pasar dunia cenderung
menunjukkan tren perubahan paradigma dari sekedar memenuhi kebutuhan
pangan menjadi kesadaran akan keamanan produk perikanan yang
dikonsumsinya serta bagaimana proses budidaya dilakukan. Terkait hal
itu, Indonesia mendukung sepenuhnya mandat codex dalam upaya melindungi
kesehatan dari para pembeli dan meyakinkan praktik secara adil dalam
perdagangan dunia.
Indonesia merupakan kali
pertama sebagai tuan rumah penyelenggaraan *Codex Committee on Fish and
Fishery Products*. Pelaksanaan sidang Codex ke-32 sendiri akan diikuti
oleh 175 delegasi dari 57 negara anggota Codex dari seluruh dunia.
“Codex saya harapkan terus berperan aktif dalam meningkatkan penerimaan
produk perikanan asal Indonesia dalam transaksi perdagangan
internasional,” sambungnya.
Disisi lainnya,
beragam produk perikanan Indonesia dapat diterima oleh pasar dunia.
Tercatat, realisasi ekspor hasil perikanan pada tahun 2011 sebesar 3,5
miliar dolar, naik sebesar 22,95 persen dari nilai ekspor tahun 2010
yang tercatat sebesar 2,8 miliar dolar. Sementara negara yang menjadi
favorit tujuan ekspor produk perikanan Indonesia diantaranya, Amerika
Serikat mencapai nilai 1,13 miliar dolar, Jepang 806 juta dolar, dan
Eropa 460 juta dolar atau 15 persen dari nilai total ekspor. Sementara
itu, ekspor produk perikanan Indonesia hingga Semester pertama tahun
2012 tercatat sebesar US$ 1,9 milyar atau meningkat sebesar 17,92 persen
dibandingkan periode yang sama tahun 2011. Meningkatnya realisasi
ekspor sebagai upaya merealisasikan nilai ekspor yang telah dipatok KKP
sebesar 4,2 miliar pada tahun ini.
Selain itu,
KKP terus berupaya mengembangkan pelayanan bisnis ekspor impor dalam
rangka mendukung Indonesia National Single Window (INSW) di 5 Unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang berlokasi di 5 provinsi. Hal tersebut
dilakukan sebagai upaya menyambut era globalisasi. Dalam era perdagangan
pangan di kawasan dan global, seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA),
China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) dan WTO dipersyaratkan produk
perikanan memiliki mutu tinggi dan aman harus dikonsumsi. Sehubungan
dengan itu, KKP dengan konsisten terus mengembangkan kualitas dan
keamanan produk perikanan dengan mengelola resiko dari hazards dan
kontaminasi di dalam proses dan pengolahan produk perikanan.
KKP
sendiri bagai tak kenal lelah terus berusaha meyakinkan pasar dunia
akan keamanan produk perikanan asal Indonesia. Salah satunya, KKP
menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang menargetkan tahun 2013
melakukan penguatan labotarium kesehatan ikan dan lingkungan di sentra
budidaya udang, patin dan komoditas lainnya. Di sisi lainnya, pembinaan
mutu dan keamanan hasil perikanan akan terus ditingkatkan di 219 Unit
Pengolahan Ikan (UPI) skala besar. Tercatat sampai dengan tahun 2011
terdapat 768 UPI yang telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan
(SKP) dan 505 UPI lainnya telah memiliki sertifikat hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP). Berbagai pengembangan sarana dan
prasarana sistem pelayanan berkualitas tersebut ditingkatkan, seperti
karantina ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan.
Sidang
ini merupakan forum tertinggi untuk membahas isu-isu penting yang
terkait dengan mutu dan keamanan pangan yang dapat berdampak pada
perdagangan pangan di dunia internasional. Bioteknologi, pestisida
aditif makanan, dan kontaminan adalah beberapa isu yang dibahas dalam
pertemuan Codex. Di sisi lainnya, sidang CCFFP banyak membahas isu
penting yang segera diselesaikan untuk merumuskan standar internasional
terhadap ikan dan produk perikanan. Mengingat hal ini sangat penting,
dikarenakan perjanjian WTO serta standard produk perikanan yang
dikembangkan oleh CCFFP sebagai referensi oleh seluruh Negara dalam
perdagangan produk perikanan internasional. Standar Codex mengatur
perdagangan produk perikanan, antara lain ikan beku, udang beku, lobster
beku, cumi-cumi beku, fillet ikan beku, tuna kaleng, udang kaleng,
sardine kaleng, kecap ikan, dll. Terhitung perdagangan pangan
internasional yang telah diproduksi, dipasarkan, dan diangkut untuk
industri sebesar 200 miliar dolar/tahun, dengan bobot miliaran ton
pangan.
Keterlibatan KKP sebagai perwakilan
Indonesia di forum Codex membantu meningkatkan kepercayaan seluruh
pemangku kepentingan akan pentingnya keamanan dan mutu pangan. Codex
Alimentarius Commission (CAC) merupakan organisasi yang dibentuk oleh
FAO dan WHO dimana keberadaannya telah memberikan banyak manfaat bagi
negara-negara anggotanya dalam menangani masalah standardisasi, mutu dan
keamanan pangan serta berperan dalam memberikan fasilitasi kelancaran
perdagangan internasional. Standar Codex adalah standar internasional
yang berkaitan dengan pangan yang merupakan hasil rumusan dari CAC.
Codex dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen,
menjamin praktek yang jujur dalam perdagangan pangan internasional serta
mempromosikan koordinasi pekerjaan standardisasi pangan.
Sumber : http://www.kkp.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar