Selasa, 30 Oktober 2012

Degradasi Biofisik Terhadap Pantai Timur Sumatera

Oleh :  Muhammad Rizal, SMA CT Foundation Medan


Kawasan pesisir merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Namun, tidak semua daerah pesisir memiliki potensial yang maksimal. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut tercemar sehingga sangat disayangkan bahwa daerah yang seharusnya dapat dikembangkan menjadi salah satu tempat pariwisata  tidak dapat dikelolah dan dikembangkan dengan baik. Sebagai salah satu kasus, penulis menceritakan tentang keadaan wilayah pesisir di daerah selat malaka yang saat ini sedang mengalami degradasi biofisik. Jika kita mau meringankan keinginan dan menolehkan mata untuk melihat sejenak dan berpikir mengenai keadaan wilayah pesisir bahwa beberapa daerah tersebut sudah mengalami perluasan daratan akibat pencemaran limbah, seperti limbah plastik, sisa tumpahan minyak dan lain-lain.
Mengapa hal demikian dapat terjadi?
Tahukah Anda semua dari mana limbah ini berasal? Semua limbah-limbah berasal dari limbah perkotaan dan limbah-limbah industri sekitar pesisir. Sebenarnya semua akumulasi limbah-limbah organik dan non-organik yang dibuang ke sungai oleh masyarakat kota akan berakhir di wilayah pesisir. Inilah yang menjadi salah satu masalah karena limbah-limbah tersebut sangat sulit untuk terurai sehingga limbah-limbah plastik dan sejenisnya terakumulasi dan mengendap meneruskan daerah daratan menuju laut menjadi daratan kotor dan mengandung zat beracun yang dapat membinasakan seluruh biota sekitar. Hal ini dibuktikan  dengan pemantauan bahwa daerah tersebut telah mengalami pencemaran di sepanjang pantai selat malaka, ditambah lagi limbah-limbah industri sekitar pesisir yang tidak dikelola dengan baik.
Salah satu penyebab hal ini dapat terjadi yaitu (1) masih rendahnya kepedulian industri sepanjang DAS dan pesisir terhadap sistem pengolahan limbah cair yang masuk ke perairan umum ; (2) kurang ketatnya pengawasan limbah oleh instansi terkait ; (3) belum jelasnya penerapan sanksi terhadap industri yang melanggar isi dokumen Amdal dan peraturan perundangan yang berlaku (PP 27/99 tentang Amdal dan UU 23/97 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) ; (4) rendahnya kepedulian masyarakat pesisir terhadap pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan sekitarnya serta pola bangunan yang membelakangi pantai; (5) rendahnya pengetahuan masyarakat pantai tentang pengetahuan lingkungan.
Jika kita telusuri lebih dalam lagi, seharusnya industri pabrik harus memasukkan limbah-limah mereka ke bak penampungan limbah untuk selanjutnya mengalami proses berupa pemisahan yang terdiri dari limbah yang tidak berbahaya dan limbah yang berbahaya. Limbah yang tidak berbahaya boleh langsung di buang ke sungai dan limbah berbahaya yang mengandung racun harus diproses untuk dinetralkan kembali.
Namun, faktanya tidak demikian, sebab hal ini dibuktikan dengan wilayah pesisir selat malaka yang sudah mengalami degradasi biofisik lanjutan dan biota-biota pesisir habis akibat racun dari pencemaran air di sekitar wilayah pesisir. Jika dikarenakan oleh limbah plastik dari kota yang terakumulasi di sekitar pesisir saja tidak akan menyebabkan biota air mati, tentu limbah pabrik sekitar pesisirlah penyebabnya. Padahal, sesuai dengan amdal, setiap pabrik indutri harus memiliki mesin pengelolah limbah, namun yang dipertanyakan apakah mereka menggunakan mesin pengelolah limbah tersebut setiap kali dilakukannya pembuangan limbah? Berapa besar biaya yang digunakan untuk mengelolah limbah tersebut menjadi netral kembali? Bukankah kalau dilakukan pembuangan limbah langsung ke sungai tanpa pengelolahan akan membuat pihak pabrik industri semakin untung karena tidak perlu mengeluarkan biaya akomodasi pengelolahan? Inilah yang harus dipertanyakan kepada aparat pemerintahan mengenai tindak lanjut dalam mengahadapi industri yang tidak mematuhi peraturan.
Di samping itu penulis bermaksud untuk memberikan ide mengenai pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi. Hal ini dilakukan melalui sejumlah aktivitas antara lain:
  • Rehabilitasi mangrove dan mengembangkan pola pemanfaatan hutan mangrove berwawasan lingkungan demi penanggulangan abrasi pantai
  • Meningkatkan kepedulian industri di sepanjang DAS dan pesisir terhadap pengelolahan limbah cair yang masuk ke perairan pesisir dengan mengadakan pengawasan limbah oleh instansi terkait serta menerapkan sanksi-sanksi terhadap industri sekitar pesisir yang melanggar isi amdal dan peraturan perundangan yang berlaku.
  • Mengembangkan program penanggulangan erosi pantai secara terpadu
  • Sosialisasi dan standarisasi konstruksi bangunan pengaman pantai
  • Penanggulangan limbah domestik dengan melakukan recycle terhadap limbah berupa plastik khususnya.
 Oleh :  Muhammad Rizal, SMA CT Foundation Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar