Kesuksesan seseorang seringkali dinilai dari jabatan, harta, atau
kepopuleran yang berhasil diraih. Tolok ukur seperti itu memang lumrah
dan bahkan menurut saya pribadi, terlalu biasa dan cetek. Lalu, apa
ukuran yang saya pakai untuk menilai kesuksesan seseorang? Jawabannya
sebenarnya sudah anda ketahui sejak lama, tetapi mungkin banyak yang
tidak menyadarinya, yaitu: “Rasa Nyaman” atau “Kenyamanan”. Apakah
seseorang sudah merasa nyaman dengan jabatan, harta atau kepopuleran
yang dimilikinya? nah… jika jawabannya adalah “Iya”, maka saya baru bisa
menilai orang itu telah sukses.
Dalam keseharian, saya cukup beruntung bisa bergaul dengan orang-orang
dari kalangan yang berbeda-beda status sosial. Dari berbagai pengalaman
dan pergaulan saya itulah akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan
bahwa
kesuksesan seseorang harus dilihat dari tingkat ‘Kenyamanan’ yang
berhasil ia raih.
Apakah dengan bepergian menggunakan fasilitas kelas 1 di dunia,
mendapatkan perlakuan khusus di tempat-tempat publik atau pengawalan
ekslusif di berbagai kesempatan, bisa memberikan ‘Kenyamanan’ dalam arti
yang sesungguhnya? Coba tanyakan kepada orang yang benar-benar sudah
merasakan itu. Sebagian mungkin akan menjawab “Ya.. saya sangat nyaman
menikmati fasilitas itu…” atau malahan sebagian akan menjawab “Tidak”.
Untuk yang menjawab “Ya”. Pertanyaan berikutnya adalah “Apakah fasilitas
itu benar-benar anda butuhkan, sehingga anda mau mengeluarkan uang
sebanyak apapun untuk memperolehnya?” Nah.. pasti jawabannya akan amat
beragam. Dalam berbagai kesempatan, saya mengetahui bahwa hampir semua
orang (kalau tidak mau dibilang 100%) yang membayar mahal untuk
menikmati fasilitas khusus dan mewah tersebut sebetulnya justru merasa
tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Yang lebih menyedihkan lagi,
mereka mau membayar mahal semata-mata untuk mendapatkan penghargaan dan
penghormatan dari orang lain (luar biasa aneh menurut saya!). Tapi
itulah kenyataannya. Banyak dari kita yang masih diperbudak oleh uang.
Tukang parkir di mall-mall Jakarta saja langsung membukakan tempat
parkir khusus di dekat pintu untuk mobil-mobil mewah. Jangan pernah
berharap dapat parkir yang enak, kalau anda datang ke mall menggunakan
mobil kutu atau mobil berumur 10 tahun ke atas. Menyedihkan memang.
Lebih tragis lagi, tempat parkir khusus orang cacatpun bisa di ‘jual’
oleh tukang parkir mall ke orang berduit yang mau membayar si tukang
parkir.
Kenyamanan seseorang ternyata tidak ditentukan oleh tingginya jabatan
atau berlimpahnya harta yang dimiliki. Dari pengalaman yang dialami
salah seorang teman saya yang lain, sayapun mengetahui bahwa jabatan
yang tinggi justru menyebabkan hidupnya menjadi amat tidak nyaman.
Setiap hari ia selalu dihantui rasa cemas bahwa jabatannya akan dicopot
apabila ia tidak bisa menyenangkan atasannya, atau apabila tidak
berhasil mendapatkan proyek besar yang bisa menghasilkan banyak uang.
Bayangkan… dalam mimpi pun masih terus membayangkan pekerjaan dan
deadline-deadline yang harus diselesaikan. Apakah hidup seperti itu
bisa dibilang nyaman?
Lain lagi dengan pengalaman teman saya yang lain. Ia terlahir dari
kalangan bangsawan dengan harta warisan yang tidak habis sampai 10
keturunan. Kekayaan keluarganya tersebar di seluruh Indonesia bahkan
sampai ke seluruh dunia di belahan manapun. Apakah ia sudah nyaman
dengan itu? Ternyata ia malah lebih nyaman menikmati pecel lele di
pinggir jalan yang kumuh dibandingkan makan di restoran megah di hotel
berbintang 5 plus! Mengapa? sederhana saja…. ia tidak nyaman dengan
lirikan dan kasak-kusuk orang disekitarnya yang memperlakukan ia bak
sebutir berlian yang mudah hancur. Dalam pertemananpun teman saya itu
seringkali menghadapi dilema untuk bisa menilai apakah seseorang yang
memberikan perhatian lebih kepadanya benar-benar tulus melakukan itu,
atau karena mengetahui kekayaan yang dimilikinya?
Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah masuk kategori manusia sukses
menurut tolok ukur kenyamanan yang saya ceritakan di atas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar